Sore ini, saya merasa sangat penat dan jenuh. Hari ini, saya harus menempuh perjalanan yang cukup panjang, dari Balikpapan menuju Surabaya, dan dilanjutkan menuju ke Kediri. Perjalanan hari ini, secara total memakan waktu kurang lebih 9 jam. Pagi ini, saya mulai bertolak dari Hotel Blue Sky di Balikpapan pukul 6:30 WITA atau 05:30 WIB, dan tiba di Hotel Insumo di Kediri pukul 15:00 WIB…


 


Hal pertama yang saya lakukan, ketika memasuki kamar saya adalah merebahkan badan. Saya merasa kehabisan tenaga saat ini, sehingga apa yang ada dalam pikiran saya saat ini, adalah mencoba untuk tidur sejenak. Teman sekamar saya, Ismed Sofyan berinisiatif untuk menyalakan televisi, dan mencoba mencari acara yang bagus untuk menghantarkan kami tidur. Tiba-tiba Ismed berkata “Boss, kelihatannya filmnya bagus nih”, seketika sayapun melirik “Oh itu film lama Boss, bagus tuh tapi ceritanya sedih, udah nonton itu aja” sahut saya…


Film yang saya maksud adalah “The Pursuit of Happyness”, sebuah film yang dibintangi oleh Will Smith. Film ini bercerita tentang perjuangan seorang lelaki bernama Chris Gardner (Will Smith) dalam meraih kebahagian. Sebuah perjuangan menghadapi berbagai cobaan kehidupan, dari seseorang yang ingin membahagiakan keluarganya. Sebenarnya film ini pernah saya tonton sebelumnya, akan tetapi entah mengapa saat ini, saya ingin menonton film ini sekali lagi. Singkat cerita, kamipun menonton film ini dengan cukup seriusnya…


Saya adalah seseorang yang sangat menyukai sejarah, baik sejarah bangsa kita maupun sejarah dunia. Saya sangat menikmati film-film yang berkaitan dengan sejarah, seperti National Treasure Series, The Mummi Series, Pearl Harbour, Patriot dll. The Pursuit of Happyness sendiri memang tidak bercerita tentang sejarah, akan tetapi terdapat sebuah filosofi yang sangat terkenal dalam film tersebut. Yaitu “Live, Liberty and The Pursuit of Happyness. Hal tersebut yang menginspirasi saya untuk menulis artikel ini…


Di dalam “United States Declaration of Independent”, yang ditandatangani oleh 56 delegasi Continental Congress pada 4 Juli 1776, pada second sentence terdapat “A Sweeping Statement of Human Rights” yg berisi :


“We hold these truths to be self-evident, that all men are created equal, that they are endowed by Creator with certain unalienable Rights, that among these are LIFE, LIBERTY AND THE PURSIUT OF HAPPINESS”..


Ada kata yang sangat menarik di sini, yaitu “Pursuit of Happiness”. Mengapa Thomas Jefferson (Author) menulis “Pursuit of Happiness”, bukan “Happy” atau “To be Happy”. Sebuah pemilihan kata yang menurut saya mempunyai arti tersirat. Sebuah pesan coba disampaikan oleh Thomas Jefferson melalui kata tersebut, pesan yang jika kita cermati akan bermakna sangat luas dan mendalam. Seperti apa yang Chris Gardner terjemahkan dalam film The Pursuit of Happyness…


Bahwa kebahagiaan tidak akan datang dengan sendirinya. Kebahagiaan akan kita dapatkan, jika kita mau berusaha, dan kita harus bekerja keras serta pantang menyerah untuk mencapai kebahagiaan atau tujuan hidup kita tersebut. Kebahagiaan tidak akan kita dapatkan dengan hanya duduk berdiam diri dan berpangku tangan. Kebahagiaan itu harus kita kejar atau raih. Seperti pepatah yang mengatakan “Tuhan tidak akan merubah nasib umatnya, jika umatnya tersebut tidak berusaha untuk mencoba merubah nasibnya sendiri” dengan berusaha dan berikhtiar tentunya…


Mencoba meraih kebahagiaan, adalah sesuatu yang sebenarnya kita lakukan setiap hari. Setiap orang pasti mempunyai tujuan hidup yang sangat beragam, dan setiap orang pasti juga mempunyai pendapat yang beragam tentang definisi kata kebahagiaan itu sendiri. Dengan bekerja dan mencari nafkah, maka itu adalah salah satu jalan kita untuk meraih tujuan hidup atau kebahagiaan kita masing-masing…


Banyak dari kita, mungkin bekerja tidak sesuai dengan kegemaran kita. Banyak orang yang bercita-cita menjadi dokter akan tetapi berkecimpung di bidang mesin, tidak sedikit pula orang yang ingin menjadi tentara akan tetapi pada akhirnya bekerja sebagai jurnalis, dan banyak sarjana ekonomi yang harus berkarir di bidang komputer, dan sebagainya. Akan tetapi semua itu tidak akan menghalangi kita untuk mencapai tujuan hidup kita, yaitu meraih kebahagiaan…


Apa yang ingin saya sampaikan di sini adalah, sebagai manusia kita wajib untuk terus berusaha dan pantang menyerah untuk mencapai tujuan hidup kita, apapun kendalanya. Apapun profesi kita, pada suatu waktu mungkin kita akan terbentur pada sebuah batu karang yang kokoh, sehingga perasaan menyerah terkadang menyeruak dalam benak kita…


Seperti apa yang pernah saya sampaikan, bahwa arti hidup di mata saya adalah “Mencari jati diri”. Di mana dalam hidup, kita dituntut untuk mampu “Mencari serpihan-serpihan jiwa kita yg berserakan, dan merekatkannya kembali menjadi sebuah kepribadian yang utuh”, dan ketika kita berhasil melakukannya, kebahagiaan yang hakiki itu akan kita dapatkan…


Seperti saat ini, hari ini adalah hari ke-15 saya meninggalkan kediaman saya. Itu artinya, sudah cukup lama saya tidak bertemu istri dan ketiga putri saya. Sebagai manusia normal, tentu saya merasakan sebuah kehilangan yang cukup besar, dan secara psikologis terdapat sebuah kekosongan dalam diri saya saat ini, karena bagi saya keluarga adalah bagian terpenting dalam hidup saya…


Akan tetapi saya sadar betul, bahwa ini semua sudah menjadi bagian dari kewajiban dan tanggung jawab saya. Sebuah kewajiban yang harus saya lakukan untuk membahagiakan keluarga dan orang-orang yang saya cintai. Karena pada akhirnya, ketika kita melihat mereka (orang tua, istri dan anak-anak kita) bahagia, tentu akan membuat diri kita merasa sangat bahagia, saya rasa semua orang sependapat dengan saya tentang hal tersebut. Dengan demikian saya sadar betul, bahwa apa yang saya hadapi saat ini, adalah salah satu jalan saya untuk meraih kebahagiaan saya, atau “To Pursuit My Happiness”…


So.. JANGAN PERNAH MENYERAH KAWAN….!!!!!


Karena sebagai manusia, Kita berhak untuk “Hidup”, Berhak untuk “Bebas” dan berhak untuk “Meraih Kebahagiaan”…