Untuk pertama kali sejak Republik ini berdiri Indonesia mendapatkan sanksi dari induk organisasi sepakbola tertinggi di dunia FIFA. Sanksi tersebut dijatuhkan sebagai dampak dari tidak kunjung selesainya konflik antara pemerintah melalui Menpora, dengan PSSI sebagai induk organisasi sepakbola tertinggi di Indonesia.

Sanksi FIFA adalah pukulan yang sangat berat, kita semua tentu setuju. Namun meratapinya jelas tidak akan membuat keadaan menjadi lebih baik. Terlebih lagi kok malah melanjutkan perseteruan yang menjadi dasar alasan mengapa sanksi tersebut pada akhirnya dijatuhkan.

Artinya yang terpenting saat ini adalah respon positif apa yang harus kita berikan dalam menghadapi situasi yang terjadi saat ini. Jika sudah begini (disanksi) masih saja bertikai dan saling menyalahkan, maka sejatinya kedua belah pihak yang tengah berselisih paham saat ini adalah orang-orang yang bodoh.

Saya tidak ingin memosisikan diri saya untuk sepaham, atau tidak sepaham dengan pihak manapun. Mengingat menurut saya kedua belah pihak sama-sama memiliki sisi benar dan salahnya masing-masing.

PSSI merasa benar, karena FIFA sebagai otoritas sepakbola tertinggi di dunia, tidak mengenal apa itu yang namanya intervensi dari pihak manapun kepada anggotanya.

Sedang melakukan teguran dan perbaikan terhadap setiap organisasi olahraga yang dianggap tidak menjalankan fungsinya dengan sebagaimana mestinya, adalah menjadi tugas dan kewajiban pemerintah. Hal tersebut tidak juga dapat dikatakan salah.

Hal yang kurang pas dan patut disayangkan adalah keduanya sama-sama keras kepala, arogan, dan hanya mengedepankan ego masing-masing. Tanpa mau duduk bersama untuk berdiskusi, dan mencari jalan keluar terbaik bagi semua permasalahan ini.

Setelah pada tanggal 17 April 2015 mendapatkan sanksi administrasi dari pemerintah, jatuhnya sanksi FIFA membuat kedudukan PSSI menjadi semakin terpojok. Sebagai sebuah organisasi PSSI tidak lagi memiliki kekuatan baik didalam, maupun luar negeri.

Sebaliknya sanksi FIFA kepada Indonesia yang efektif diberlakukan mulai tanggal 30 Mei 2015, membuat posisi pemerintah semakin kuat. Mengingat tidak ada lagi yang perlu ditakutkan, apapun yang akan dilakukan toh saat ini sanksi sudah diberikan.

Bola berada di tangan pemerintah. Saat ini Menpora dihadapkan pada dua buah pilihan. Pertama, menarik sanksi administrasi yang telah diberikan, agar PSSI dapat kembali berdiri dan beraktifitas seperti sedia kala. Atau kedua, menyelesaikan apa yang telah dimulai.

Artinya jika pemerintah merasa sepakbola Indonesia perlu perbaikan mendasar, maka wujudkan perbaikan tersebut dengan langkah-langkah yang kongkret, dan jangan setengah-setengah.

Sepakbola Indonesia harus diperbaiki, saya sepakat. PSSI perlu di reformasi, terlebih lagi. Namun lebih dari itu, perlu adanya perencanaan matang dalam menyusun langkah-langkah apa saja yang kiranya harus diambil, agar perbaikan itu tidak hanya menjadi wacana.

Sejak konflik ini bergulir yang kita lihat dari kedua belah pihak hanyalah perang opini, dan pembenaran sana-sini. Padahal bukan itu yang masyarakat ingin lihat. Masyarakat ingin melihat tindakan nyata apa yang akan bapak-bapak lakukan, untuk memperbaiki persepakbolaan Indonesia yang banyak masalah, dan miskin prestasi ini.

Situasi mengambang seperti yang terjadi saat ini, menurut saya malah semakin memperburuk keadaan. Dimana terbentuknya dua opini yang berbeda, akan membuat terjadinya perpecahan di kalangan masyarakat.

Saya selalu mengapresiasi positif, bagi siapapun pihak yang memiliki niat baik dan ingin memajukan sepakbola Indonesia, termasuk juga pemerintah. Sekalipun harus dengan memberikan sanksi administrasi kepada PSSI, jika memang itu dirasa perlu.

Namun jangan hanya sampai disitu saja, lanjutkan dengan langkah berikutnya yang tepat sasaran, agar perbaikan sepakbola Indonesia itu benar-benar dapat terwujud. Dari apa yang tergambar saat ini, terkesan Menpora hanya berbekal niat yang baik tanpa didukung oleh sebuah perencanaan yang matang.

Saat ini saya atau mungkin juga seluruh masyarakat diluar sana tengah menunggu, langkah penting apa yang akan diambil pemerintah untuk menindak lanjuti permasalahan ini. Mengingat kondisi diluar saat ini sudah semakin parah, utamanya bagi para pelaku lapangan seperti pemain, pelatih, wasit, dan juga perangkat pertandingan yang menunggu dalam ketidakpastian.

Jika tindakan yang nantinya diambil benar-benar didasari dengan niat yang baik, dan untuk kemajuan sepakbola Indonesia dimasa yang akan datang, sepahit dan seberat apapun saya pikir semua pihak akan mendukung dan setuju.

Namun sebaliknya, jika pemerintah tidak mampu menindaklanjuti apa yang telah diawali dengan keputusan-keputusan yang memberi dampak positif. Maka saya khawatir, permasalahan yang awalnya hanya berada dalam ruang lingkup olahraga ini, akan berkembang dimensinya menjadi jauh lebih besar dari apa yang kita perkirakan. Kita semua tentu tidak berharap hal tersebut terjadi.

Lebih daripada itu, mari kita jadikan momentum ini (sanksi ) sebagai langkah awal untuk memperbaiki sepakbola Indonesia. Respon yang salah akan membuat sanksi FIFA menjadi sebuah musibah bagi kita semua. Sebaliknya respon positif akan membuat hukuman ini menjadi anugerah, sebuah titik awal untuk memperbaiki semuanya.

Dalam lubuk hati yang paling dalam saya masih menyimpan sebuah harapan, jika bapak-bapak yang tengah berkonflik saat ini mau untuk membuka mata hati dan pikiran mereka, agar semua permasalahan ini tidak berlarut-larut dan dapat segera diselesaikan.

Jika semua pihak masih saja mempertahankan egonya masing-masing, dan tidak mau duduk bersama untuk membicarakan masalah ini dengan kepala dingin. Maka saya khawatir, semua permasalahan ini baru akan selesai pada tahun 2019. Saat pemerintahan sudah berganti, dan PSSI juga telah mengalami perubahan pemangku jabatan organisasi.

Apakah kita rela untuk menunggu selama itu? mari kita renungkan jawabannya bersama-sama.

Selesai....