PERSIJA Jakarta mengawali kompetisi Liga 1 2020 dengan hasil sempurna. Menang di laga pembuka melawan Borneo FC tentu menjadi awal yang baik bagi anak-anak Macan Kemayoran. Pertandingan pertama selalu tidak mudah, begitu juga dengan pertandingan kemarin. Walau dengan susah payah, akhirnya kita dapat menjinakkan perlawanan anak-anak dari Samarinda dengan skor tipis 3:2.

Borneo yang tampil spartan sejak peluit dibunyikan, membuat Persija sempat tertekan di awal pertandingan. Melihat skema yang disusun kurang berjalan dengan baik, maka pelatih pun "terpaksa" melakukan pergantian pemain. Perubahan strategi yang bertujuan untuk meredam agresifitas lawan. Terbukti perlahan-lahan kami pun mampu menetralisir keadaan, dan mulai mampu memainkan strategi yang sudah kami rencanakan.

Skor 3:2 tentu kurang menyakinkan, namun apa pun tiga poin adalah tiga poin. Terlepas dari harus diakui, jika pertandingan kemarin menyisakan begitu banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Namun hasil ini tentu harus tetap disyukuri. Karena mengamankan tiga poin di kandang adalah yang paling utama, artinya target dan rencana tim berada di jalur yang benar. Mengenai apa yang menjadi kekurangan tim, dan bagaimana cara mengatasinya, saya yakin semua itu sudah berada di saku Sergio Farias.

Bagi saya pribadi, apa yang tersaji pada pertandingan kemarin cukup sempurna. Hasil yang baik, dan atmosfer luar biasa dari dukungan The Jakmania, membuat pertandingan kemarin menjadi aktifitas (tontonan) akhir pekan yang menyenangkan bagi masyarakat Jakarta. Deg-degan, dan ketar-ketir tentu menjadi bumbu penyedap dari pertandingan itu sendiri.

Namun demikian, pada pertandingan kemarin bukan tidak ada hal yang kurang menyenangkan. Saya pikir semua orang baik yang menyaksikan pertandingan dari layar kaca, terlebih lagi yang berada di stadion pasti menyaksikan dengan lebih jelas, apa yang terjadi. Iya, tindakan kurang terpuji dari pemain Persija bernomor punggung 39, Sandi Darma Sute.

Tekanan dalam sebuah pertandingan memang tidak ringan, apa lagi di pertandingan perdana. Semua pemain tentu ingin bermain, menunjukkan jika ia layak untuk diberi kepercayaan, dan memberikan yang terbaik bagi tim, termasuk Sandi Sute. Apa lagi persaingan di lini tengah Persija boleh dikatakan sangat sengit, semua pemain tentu ingin memikat hati pelatih.

Namun demikian, apa pun alasannya apa yang Sandi lakukan bukanlah sesuatu yang dapat dikatakan benar, dan tidak mencerminkan filosofi dari tim Persija Jakarta.

Sandi Sute adalah pemain penting bagi kami. Begitu juga Evan Dimas, Adixi Lenzivio, Maman Abdurrahman, dan pemain-pemain yang lain. Dan oleh karena itu atas dasar rasa kebersamaan, saling menghormati, dan mendahulukan kepentingan tim di atas kepentingan pribadi maka manajemen harus menegakkan aturan yang berlaku, dan sudah disepakat. Yaitu dengan memberikan sanksi disiplin.

Sejak pertama kali saya didaulat untuk menjadi manajer Persija Jakarta, salah satu hal yang saya tekankan dan garis bawahi adalah tentang komitmen. Komitmen yang harus selalu mereka pegang teguh, di mana pun mereka berada. Komitmen yang berkaitan dengan pemahaman akan begitu besarnya tanggung jawab, menjadi bagian dari klub sebesar Persija Jakarta.

Tidak hanya tanggung jawab secara profesional, namun juga secara moral, dan juga etika. Persija Jakarta adalah sebuah brand, di mana seluruh komponen yang terkait melekat dengan Persija adalah public relation (PR) dari brand bernama Persija Jakarta. Oleh karena itu berperilaku baik di dalam maupun di luar lapangan menjadi salah satu hal yang sangat esensial.

Berlaku sejak musim ini, Persija telah memiliki buku panduan (handbook) bagi seluruh ofisial dan pemain. Dimana dalam handbook tersebut, tertulis segala sesuatu yang berkaitan dengan aturan-aturan keseharian, beserta dengan hukuman yang berlaku untuk setiap pelanggarannya.

Tidak hanya itu, di sana juga terdapat reward (hadiah) pagi mereka baik ofisial maupun pemain yang memberikan kinerja terbaik di setiap bulannya. Penilaiannya tidak hanya pada kinerja profesional, namun juga sikap dan perilaku sebagai sebuah pribadi di luar lapangan.

Hal tersebut bertujuan untuk membuat setiap komponen dalam tim sadar akan "value" mereka sebagai public figure. Ini penting, karena seperti yang saya sampaikan di wawancara resmi pertama saya sebagai manajer. Jika Persija Jakarta harus dapat menjadi representasi masyarakat Jakarta. Representasi dari kemajemukan, modernitas, berpikiran terbuka yang progresif, tangguh, dan selalu berusaha menjadi yang terbaik. Hingga selalu menjadi barometer dalam segala hal di Indonesia.

Satu hal yang tidak kalah penting, popularitas akan selalu dibarengi dengan sebuah tanggung jawab. Tanggung jawab untuk memberikan contoh yang baik dan positif bagi generasi di bawah kita. Dan apa yang Sandi Sute lakukan kemarin, sudah barang tentu bukan menjadi sebuah contoh yang baik. Untuk itu, sebagai manajer dalam hal ini mewakili seluruh tim Persija Jakarta, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Semoga kejadian ini dapat menjadi pembelajaran tidak hanya bagi Sandi Sute, namun juga pemain-pemain Persija yang lain, dan terlebih lagi bagi pesepak bola muda Indonesia di mana pun mereka berada, bahwa:

“Orang-orang hebat bukanlah mereka yang mampu mengendalikan orang lain, namun mereka yang mampu mengendalikan diri sendiri”.

Selesai…..