Buka Hal Baru

Rumor jika juara liga Indonesia sudah diatur sebelum liga dimulai, bukanlah hal baru dalam sepak bola Indonesia. Setali tiga uang dengan pengaturan skor, malah sejak tahun 50an sepak bola kita sudah diguncang isu suap.

Bahkan menurut berita yang pernah saya baca (silakan dikoreksi jika salah), pada tahun 60an tim nasional Indonesia harus merombak tim yang sudah dipersiapkan dengan susah payah menuju sebuah turnamen besar, karena sebagian besar pemainnya diindikasi suap.

Pada artikel ini, saya ingin fokus kepada isu mengenai juara liga yang sudah diatur pada kompetisi tertinggi di negeri ini. Saya pribadi, sudah mendengarnya sejak saya masih menjadi siswa Diklat Salatiga, tepatnya saat final ligina pertama 1994/1995. Tahun sebelum-sebelumnya bisa jadi isu tersebut juga sudah merebak. Namun karena saya belum menjadi penikmat atau pelaku sepak bola Indonesia, maka saya belum mendengar atau memperhatikan.

Ketika itu Persib Bandung menjadi juara, setelah mengalahkan Petrokimia Putra. Partai final Ligina pertama itu tak luput dari kontroversi, dimana ketika itu tanpa adanya alasan yang jelas gol Jacksen F. Tiago di babak ke dua dianulir oleh wasit. Pangeran Biru akhirnya menjadi juara berkat gol Sutiono Lamso di menit ke 76.

Awalnya saya ragu jika juara liga Indonesia dapat diatur seperti yang didengungkan banyak kalangan. Musim pun berganti, pertarungan baru dimulai, kontroversi masih saja melekat, dan juara baru pun muncul. Namun suara sumbang tentang pengaturan juara masih saja terdengar.

Musim berikutnya, berikutnya, dan berikutnya tidak ada yang berubah. Isu tersebut selalu terdengar, walau terkadang dengungnya sedikit melemah, namun tak pernah benar-benar menghilang. Perlahan-lahan saya pun mulai percaya.

Namun ketika saya meraih gelar bersama Persija Jakarta pada tahun 2001, saya merasa tidak ada yang salah di sana. Saya berkeyakinan jika Persija Jakarta ketika itu memang layak dan pantas untuk juara. Walaupun pada partai final, terjadi juga peristiwa kontroversial. Salah satu gol PSM yang dicetak oleh Kurniawan dianulir wasit karena offside. Ketika itu saya berpikir jika Kurniawan memang berada dalam posisi offside.

Tahun-tahun berikutnya isu pengaturan juara liga masih terus saja terdengar, kecurigaan pun terus berlanjut, hingga sekarang. Hal tersebut tak lepas dari selalu saja ada hal-hal yang janggal, dan aneh dalam jalannya kompetisi setiap tahunnya.

Hingga pada satu titik saya berpikir, dan bertanya kepada diri saya sendiri. Jangan-jangan ketika saya juara bersama Persija tahun 2001 dulu, juga sudah diatur?

Jangan-jangan ketika saya berpendapat, jika “gelar kami tahun 2001 itu murni”, lebih kepada terlalu besarnya ego saya sebagai manusia, yang dengan mudah menilai orang lain, namun sebaliknya sulit menilai diri sendiri.

Bersambung….