“Jangan pernah berhenti bermimpi, karena suatu saat nanti mungkin mimpi kalian akan menjadi kenyataan”.

Begitulah kalimat pada halaman pembuka tampilan website saya bambangpamungkas20.com sebelum berubah menjadi seperti saat in. Salah satu semboyan yang selalu saya pegang kuat-kuat, hinggalah sekarang. Pada artikel ini, saya ingin bercerita tentang sebuah kejadian dalam hidup saya, yang mungkin dapat menjadi contoh dari kalimat sebuah mimpi (tantangan) yang pada akhirnya menjadi sebuah kenyataan.

Bagi teman-teman yang selama ini mengikuti tulisan-tulisan saya, sedikit sebanyak mungkin sudah mengetahui, jika dalam banyak kesempatan saya adalah pribadi yang sering sekali menantang diri saya sendiri. Banyak hal dalam hidup saya, yang saya lakukan dengan tujuan untuk men “challenge” diri saya sendiri.

Cerita ini adalah salah satu contohnya, saat Persija Jakarta menjuarai liga Indonesia 2001.

Apa yang terjadi?

Jika kita lihat dari beberapa dokumentasi foto maupun video perayaan di lapangan dengan seksama ketika itu, boleh dikatakan cukup sulit mencari sosok saya dalam kerumunan selebrasi para pemain Persija bersama piala liga.

Padahal saya adalah pemain terbaik liga. Berhasil mencetak 16 gol sepanjang musim itu, termasuk dua gol kemenangan Persija Jakarta di final. Artinya, tidak ada alasan bagi saya untuk tidak mendapat panggung utama pada malam itu. Namun saya memilih untuk sedikit menepi. Mengapa?

Pertama, karena saya memang bukan tipe pemain yang suka melakukan “victory lap”, sama hal nya ketika saya juara bersama Selangor, dan tim nasional Indonesia (eh ngga pernah juara dengan tim nasional ding ya hehehe). Saat juara piala Presiden 2018, dan liga musim ini pun saya tidak ikut dalam victory lap bersama piala.

Kedua, status saya ketika itu adalah pemain muda (21 tahun), saya ingin menghormati para pemain senior di Persija ketika itu, agar mereka dapat lebih dekat dengan piala. Alasannya sederhana, karena bisa jadi piala itu adalah gelar terakhir dalam karir sepak bola mereka.

Oleh karena itu pada foto-foto utama selebrasi tim pada tahun 2001 banyak didominasi oleh para pemain senior. Agak sulit untuk melihat penampakan saya, jikapun ada ya hanya dipinggir-pinggir saja, bahkan dalam beberapa foto tertutup pemain lain, atau malah ter”crop”.

Malam itu saya berbisik lirih dalam hati:

“Saya masih muda, karir saya masih panjang. Suatu saat nanti, saya harus kembali juara bersama tim ini (Persija Jakarta). Dan ketika itu terwujud, saya akan memegang piala tersebut, dan berada di barisan depan saat menerimanya”.

Tahun demi tahun berganti. Pertempuran demi pertempuran saya jalani. Kegagalan demi kegagalan pun mengampiri. Tak mudah untuk menata asa yang sudah sering terkoyak. Namun tidak sedikitpun terbersit keinginan untuk menyerah.

Tujuh belas tahun kemudian, di usia saya yang ke tiga puluh delapan, tantangan tersebut baru dapat saya jawab.

 

Satu cerita lagi terjadi pada tahun 2012:

Tahun 2012 menjadi salah satu musim terberat saya bersama Persija Jakarta. Ketika itu Persija Jakarta diterpa begitu banyak permasalah, hingga akhirnya membuat saya dan beberapa pemain harus pergi.

Ketika itu saya berbicara kepada Andritany yang juga harus pergi selama setengah musim dari Persija. Saya tahu Ia sangat terpukul, saya pun coba membesarkan hatinya:

“Ini adalah pilihan yang sangat sulit, namun tim sebesar Persija Jakarta harus dapat menghargai pemainnya. Suatu saat nanti kita akan kembali ke sini, dan kita akan balas dengan gelar juara”.

Enam tahun kemudian kami juara bersama Persija Jakarta.

Sejujurnya saya sendiri sudah lupa pada momen apa saya berkata demikian. Andritany mengingatkan saya sesaat setelah kami memasuki ruang ganti, di partai terakhir liga di Gelora Bung Karno. Saya mengajak Andri tos dengan tangan mengepal (tos pemain Persija). Mata Andri nampak berkaca-kaca, terlihat jelas jika dia sangat bahagia.

Andritany layak bahagia. Musim ini bukanlah musim yang mudah untuk dia. Perjalanan karirnya tahun ini bak "roller coaster", apalagi saat harus menerima kenyataan menepi karena cedera patah tulang penyangga rongga mata. Dia pantas merayakannya.

Selamat untuk Andritany yang akhirnya mampu mempersembahkan gelar juara liga untuk tim yang ia cintai, dan (literally) kampung halamannya. Well done Hulk!

Selesai….