Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gus apa kabar? Semoga kowe dalam keadaan baik di mana pun berada. Ya terlepas dari cedera yang kowe alami, semoga kowe dalam keadaan sehat wal afiat dan tak kurang suatu apap pun. Gus sebenarnya aku tidak ingin mengganggu kowe. Tapi ya karena beberapa waktu yang lalu aku sempet janji ke kowe, maka akhirnya aku pun menulis surat ini.

Hmm begini Gus. Dalam banyak kesempatan, komunikasi di antara kita biasanya kowe dulu yang memulai. Ya ada memang sesekali aku yang memulai, namun frekuensinya sangat sedikit, dan kalau pun iya, pasti tidak lah panjang. Itu semua bukan karena aku merasa lebih senior sehingga ingin menjaga jarak, atau tidak mahu diganggu. Bukan, sama sekali bukan.

Tapi sebaliknya, itu semua lebih kepada aku malah yang tidak ingin menggangu kowe. Aku sadar betul, jika menjadi pusat perhatian masyarakat itu tidak mudah. Melayani basa-basi itu menjengkelkan, terlebih lagi dari mereka yang “merasa” lebih senior, atau merasa memiliki “peran”.

Ndak dilayani rasanya tidak sopan, tapi kalau dilayani kok lumayan menyita waktu. Apa lagi biasanya pembahasannya juga yang tidak terlalu penting, tidak jarang malah cenderung “menggurui” bukan menasehati.

I’ve been there, so I know exactly.

Itulah mengapa aku jarang berkomunikasi dengan kowe. Paling aku mengirim pesan ucapan selamat kalo kowe berhasil mencetak gol, atau tim nasional menang, itu saja. Kecuali jika kowe yang menghubungi untuk minta saran dan masukan, maka dengan senang hati aku akan berbagi cerita. Lebih dari itu tidak. Karena aku yakin banyak hal yang kowe harus kerjakan, pun demikian sebaliknya.

Gus aku tahu saat ini kowe mungkin sedang bimbang, kowe mungkin juga merasa ndak sabar, bahkan mungkin kowe juga sedikit frustasi menghadapi cedera yang kowe alami. Saranku jangan terlalu khawatir dengan cederamu. Selama kowe ikut petunjuk dan saran dari tim medis, serta menjalani semua proses dengan baik dan benar, maka kowe akan baik-baik saja.

Timbulnya perilaku reaktif dan juga pergolakan psikologis saat seorang atlet mengalami cedera adalah hal yang normal. Kuncinya adalah sabar, percaya pada proses, dan buang jauh-jauh rasa untuk segera ingin bermain.

Cedera itu mudah sembuh, yang sulit itu trauma paska cedera. Jadi kembalilah ke lapangan jika semuanya sudah benar-benar pulih, baik secara medis terlebih lagi psikologis. Jangan pernah kembali bermain dalam keadaan belum seratus persen. Karena benturan pertama ketika kowe mulai bermain nanti, “berpotensi” mempengaruhi seluruh cerita yang sedang kowe tulis dalam karirmu.

Bersabarlah. Jangan pedulikan mereka (netizen) yang menyemangati (baca: meracuni) dengan ingin segera melihat kowe bermain. Sekali lagi jangan kowe pedulikan. Ikuti saja saran tim medis, TITIK.

Mungkin kowe tidak tahu atau belum tahu, jika pada suatu ketika dalam karirku, aku pernah mengalami situasi yang kurang lebih sama dengan apa yang kowe alami saat ini. Yang membedakan mungkin ketika itu usiaku sedikit lebih tua, dan aku sudah bermain secara profesional di liga, selebihnya rasanya sama.

Pada tahun 2002 aku pernah mengalami cedera patah tulang (Medial Malleolus) dan robek (Medial Collateral Ligament) karena terjangan seorang penjaga gawang. Terjadi saat Persija Jakarta melawan Arema Malang, di Stadion Lebak Bulus.

Ketika itu usiaku masih tergolong muda, 21 tahun. Saat itu aku tengah menjadi bahan pembicaraan masyarakat sepak bola Indonesia, iya aku tengah berada dalam puncak karirku.

Bagaimana tidak, setahun sebelumnya aku baru saja berhasil membawa Persija menjuarai liga, sekaligus dinobatkan sebagai pemain terbaik. Sedang dua tahun sebelumnya saat usiaku 19 tahun, aku menjadi pencetak gol terbanyak Liga Indonesia. Semua gelar prestisius sepak bola Indonesia itu, dapat aku rengkuh hanya dalam rentang waktu 2 tahun awal debutku di Liga Indonesia.

Untuk hal yang satu ini rasanya kowe juga kurang lebih sama. Saat ini usiamu 18 tahun, sedikit lebih muda dari aku. Dan setalah tampil impresif dan berhasil membawa tim nasional U-16 menjuarai Piala AFF 2018, tentu masyarakat sepakbola Indonesia pun berharap banyak pada kalian. Dan sebagai katakanlah pemain yang menonjol, maka kowe pun tidak bisa lari dari harapan tinggi masyarakat tersebut.

Dahulu aku selalu disebut-sebut sebagai the next Kurniawan Dwi Julianto. Saat ini kowe pun dijuluki the next Bambang Pamungkas.

Yang jauh berbeda hanyalah jaman aku dulu ndak ada media sosial. Sehingga tidak ada hal yang yang secara psikologis membuat aku terprovokasi. Tidak ada orang yang memujiku setinggi langit, hingga membuat aku merasa jumawa. Pun demikian dengan tidak ada yang mencaciku terlalu dalam, hingga membuat aku terluka parah. Semua berjalan normal-normal saja.

Oleh karena itu aku bisa fokus untuk menjalani masa operasi, masa rehabilitasi, dan dan penyembuhan dengan tenang. Tidak ada tekanan dari siapa pun dan gangguan dari mana pun. Yang mengganggu hanya lah surat lirih dalam kepalaku yang sering kali berbunyi, “Ayo coba jalan”, “Ayo mulai lari”, “Ayo tendang bolanya” dan seterusnya.

Namun keinginan itu selalu sirna ketika dokter berkata, “Nope, belum saatnya”.

Oh iya khusus untuk julukan the next Bambang Pamungkas tadi ndak perlu terlalu kowe pikirkan. Asal kowe tahu, jika dulu senior kita Kurniawan Dwi Yulianto pun juga dijuluki the next Ricky Yakobi. Jadi itu hanya lah latah sejarah yang ndak terlalu penting.

Menurutku kowe malah layak tersinggung, dan marah. Karena dibandingkan dengan pemain yang ndak ada prestasinya buat negara. Wong kowe sudah memberikan gelar AFF U16 untuk Indonesia kok. Buktikan kalau mereka salah, buktikan kalau kowe lebih baik dan bisa memberikan lebih dari yang telah Bambang Pamungkas berikan untuk sepak bola Indonesia.

"Jadilah pahlawan bagi cerita yang kowe tulis dengan tintamu sendiri".

Sekali lagi Jangan khawatir dengan cederamu Gus, kowe akan bisa melewatinya. Dan ketika kowe mampu melewatinya, maka kowe akan menjadi lebih kuat. Tidak hanya sebagai pesepak bola, lebih penting lagi sebagai sebuah pribadi.

Cederaku dulu membuat aku sadar, jika karir seorang pesepak bola itu bisa berhenti kapan saja, dan itu membuat aku menjadi lebih hati-hati dalam menjalani karir sebagai pesepak bola. Baik di dalam lapangan, terlebih lagi di luar lapangan.

Lebih khawatirlah dengan popularitasmu, karena itu adalah musuh terbesar seorang atlet di era yang serba digital seperti saat ini. Melawan bayangan diri sendiri memang tidak pernah mudah. Hal yang paling berbahaya dari media sosial adalah:

“When people tell you how good you are, and you actually start to believe in it”.

Reaksi yang kemudian muncul biasanya adalah kita akan berhenti untuk bekerja lebih keras lagi, karena merasa sudah menjadi pemain yang bagus. Dengan pola pikir seperti itu maka perlahan-lahan level permainan kita akan menurun.

Dan ketika pujian itu berbalik menjadi kritik, karena penampilan kita tidak lagi sesuai dengan ekspektasi mereka, maka biasanya jalan untuk kembali sudah hampir tertutup. Yang kemudian muncul adalah rasa frustasi.

Lebih khawatirlah dengan itu Gus. Sedang cederamu, percayakan kepada mereka yang merawatmu. Jadikan masa-masa penyembuhanmu ini untuk merefleksi diri, dan menyusun ulang rencana untuk mengejar mimpi-mimpimu yang sudah barang tentu masih banyak yang belum tercapai.

Jika dulu delapan bulan setelah cedera, aku mampu kembali bermain dengan normal dan menjadi pencetak gol terbanyak Tiger Cup 2002. Maka kowe pun pasti bisa melakukan hal yang sama.

Piala Dunia U20 sudah di depan mata. Kowe memiliki dua kesempatan langka yang mungkin tidak akan dimiliki oleh generasi pesepak bola lain di masa yang akan datang. Bermain di Piala Dunia di hadapan publik sendiri, dan berprestasi untuk Indonesia.

Namun sebelum itu semua, tentu syarat utamanya adalah sembuh total terlebih dahulu, dan kembali pada penampilan terbaik. Kita semua percaya jika kowe mampu, sekarang tinggal apakah kowe juga percaya dengan dirimu sendiri?

Tetap Semangat dan Sukses Selalu.

Wassalaam...