JIKA kalian hanya membaca judul di atas, maka InsyaAllah tidak akan membutuhkan waktu lama bagi kalian, untuk kemudian segera mencaci-maki saya. Namun, jika saya tambahkan kata “Main” di antara kata “Ngerti” dan “Bola”, maka bisa jadi kalian akan tergerak untuk mulai berpikir. Karena kalimatnya akan menjadi seperti ini: “Ketua Umum PSSI Tidak Harus Ngerti Main Bola”.

Nah, jika kemudian kata “Ngerti” saya ganti dengan kata “Bisa”, maka sekarang mungkin kalian semua akan segera bersepakat dengan saya. Karena bunyinya akan menjadi seperti ini: “Ketua Umum PSSI Tidak Harus Bisa Main Bola”. Bagaimana?

Apa yang saya sampaikan di atas hanyalah sebuah permainan pilihan kata. Di mana beberapa pilihan kata yang sejatinya memiliki arti yang kurang lebih sama, bisa jadi menimbulkan pemahaman atau persepsi yang berbeda, dalam menangkap maksud yang coba disampaikan oleh sebuah kalimat.

Dalam artikel ini saya tidak sedang ingin membuat kalian semua untuk sependapat dengan saya. Tidak sepaham atau bahkan berseberangan pun ndak masalah. Wong di Republik ini setiap warga negaranya bebas untuk mengeluarkan pendapat. Tidak hanya dibebaskan, bahkan juga dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945, tepatnya di Pasal 28E ayat 3 yang tertulis: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.

Jadi, apa yang akan sampaikan ini ya hanya sekadar keresahan pribadi saya saja, ndak lebih dari itu.

Kembali ke masalah PSSI, yang saat ini sedang panas-panasnya menjadi perbincangan masyarakat. Hal tersebut tentu terkait dengan akan dilaksanakannya Konggres Luar Biasa PSSI, pada tanggal 16 Februari 2023 nanti. Di mana pada KLB tersebut para pemilik suara PSSI akan memilih ketua umum, wakil ketua umum, dan anggota komite eksekutif baru untuk masa jabatan tahun 2023 hingga tahun 2027.

Setelah pada tanggal 16 Januari lalu Komite Pemilihan mengumumkan bakal calon ketua umum, wakil ketua umum, dan komite eksekutif. Di mana terdiri dari 5 bakal calon ketua umum, 20 bakal calon wakil ketua umum, dan 83 bakal calon komite eksekutif PSSI (baik yang mendaftarkan diri, maupun yang didaftarkan oleh pemilik suara).

Seketika nama-nama bakal calon tersebut pun, mendapatkan respon yang sangat beragam dari masyarakat luas.  Nah, diantara respon yang sangat beragam tersebut, saya merasa agak kurang sreg dengan salah satu pendapat yang mengatakan bahwa, pengurus PSSI itu harus orang yang ngerti bola.

Saya tidak sedang mengatakan bahwa pendapat itu salah, karena memang tidak salah. Hanya saja, menurut saya kok sedikit kurang pas saja.

Analoginya seperti ini. Kalau kita ingin membangun sebuah rumah idaman dengan desain yang bagus, berfungsi baik, dan nyaman untuk ditinggali. Maka pertama-tama yang kita perlukan adalah seorang arsitek yang handal, bukan tukang bangunan, apa lagi orang yang memiliki rumah yang bagus-bagus itu.

Tukang bangunan memang sudah pasti bisa mengerjakan pembangunannya, namun dia belum tentu dapat mendesain tata letak ruang atau estetika bangunan yang baik dan indah. Apa lagi orang-orang yang memiliki rumah yang bagus-bagus itu. Mereka hanya memiliki uang dan imajinasi saja, yang mendesain dan membangun rumah mereka yang bagus-bagus itu, ya arsitek dan tukang bangunan.

Atau yang lebih sederhana. Misalnya gini, kita ingin membuat sebuah tim sepak bola yang kuat dengan mencari pelatih yang bagus. Maka yang kita butuhkan bukanlah seorang mantan pemain sepak bola top, akan tetapi seorang pelatih sepak bola yang handal. Ingat, tidak semua mantan pemain sepak bola bola top bisa menjadi pelatih yang baik. Dan banyak pelatih bagus yang awalnya bukanlah seorang pemain sepak bola, atau bahkan sebelumnya berkarir di bidang lain. Contohnya tentu banyak sekali.

Apa yang ingin saya sampaikan adalah, mari kita kembalikan segala sesuatu pada esensinya. Jika kita ingin mendesain sebuah rumah, ya yang kita butuhkan adalah seorang arsitek, buka tukang bangunan. Karena esensinya adalah mendesain secara untuh, tidak sekadar membangun.

Jika kita ingin membuat tim sepak bola yang kuat, ya yang kita butuhkan adalah seorang pelatih yang bagus, bukan sekadar mantan pemain sepak bola top. Karena esensinya adalah melatih bukan bermain, maka yang harus dikedepankan adalah ilmu kepelatihan dan kemampuan melatih yang baik. Jikalau ada mantan pemain sepak bola top yang kemudian mampu menjadi pelatih yang bagus, maka itu lebih baik lagi.

Sama halnya dengan pemilihan pengurus PSSI ini. Esensi yang harus dikedepankan adalah kemampuan manajerial organisasi dan administrasi olah raganya, bukan sekadar apakah dia bisa/ngerti/paham sepak bola. Karena tugas utama dia adalah secara profesional membangun dan mengurus organisasi sepak bolanya, bukan bermain sepak bola, apa lagi tebak-tebakan soal peraturan atau sejarah sepak bola.

Nah, jikalau ada mantan pemain sepak bola yang memiliki kemampuan dalam administrasi sepak bola dan mengurus organisasi dengan baik, maka itu lebih baik lagi.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: Bagaimana orang tersebut bisa mengurus sepak bola dengan baik, jika tidak ngerti sepak bola?

Bagini, PSSI ini kan tidak hanya ketua umum, wakil ketua umum, dan komite eksekutif saja. Dalam organisasi PSSI sendiri nantinya akan akan banyak divisi-divisi yang tugasnya membantu menjalankan program-program yang dibuat oleh ketua umum. Nah di setiap divisi ini lah, nantinya setiap orang yang dipilih harus secara profesional memiliki kapasitas, kemampuan, dan kemahiran yang sesuai dengan divisi yang dipimpin.

Misalnya divisi kompetisi, ya tempatkan lah orang-orang yang mengetahui segala hal terkait dengan pembangunan sistem kompetisi sepak bola. Divisi hukum dan disiplin, ya tempatkan lah orang-orang yang mengerti tentang hukum, statuta organisasi, dan peraturan pertandingan. Divisi marketing, ya tempatkan lah orang-orang yang menguasai tentang marketing olah raga. Divisi pembinaan usia dini, ya tempatkan lah orang-orang yang kompeten di bidang pembinaan usia dini. Atau divisi tim nasional, ya tempatkan orang-orang yang memahami tentang psikologis pemain dan tim nasional. Dan seterusnya, dan seterusnya.

Jadi inti dari tulisan saya ini adalah, jangan memilih orang hanya berdasarkan sosoknya (nama besar) saja. Namun pilih sesuai dengan kapasitas profesional dan keahliannya, selaras dengan bidang yang menjadi tugas dan tanggung jawab yang akan diemban. Tentu orang tersebut juga harus memenuhi syarat secara administrasi, sesuai dengan statuta PSSI. Ini yang saya sebut dengan, mengembalikan segala sesuatu pada esensinya.

Akhir sekali, lha ngomong-ngomong saya atau kita ini siapa? Kok berani-beraninya ngoceh panjang lebar tentang apa yang kita bahas di atas tadi. Bukankah yang memiliki hak untuk menentukan siapa pengurus PSSI itu adalah para pemilik suara, yang jumlahnya kalau ndak salah 87 itu?

Kita-kita ini kan hanya masyarakat yang bisanya hanya ngrame-ngramein saja. Sambil berharap-harap cemas, semoga saja para pemilik suara tersebut tidak menggadaikan masa depan sepak bola Indonesia untuk jabatan, kekuasaan, apa lagi untuk UANG.

Tetap semangat dan sukses selalu.

 

Salam,

Bambang Pamungkas